Tak pelak pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan seseorang akan mengetahui banyak hal baik secara formal maupun non formal. Namun tak banyak orang menyadari bahwa masih terdapat di luar sana anak-anak jalanan yang memiliki keinginan terpendam untuk duduk bersamaan di bangku sekolah. Sama hal nya dengan anak-anak sebayanya. Lagi-lagi biaya lah yang memutuskan mereka untuk mengurungkan keinginannya.
Saat ini sulit sekali mendapati orang yang peduli akan pendidikan anak jalanan. Namun Sri Rosiyanti dan Sri Irianingsih adalah sosok berbeda, kedua wanita yang biasa dikenal dengan ibu kembar ini bersedia mendedikasikan hidupnya bagi dunia pendidikan dengan mengajar anak jalanan.
Anak-anak yang seharusnya masih dalam bimbingan orang tua serta masih mengenyam dunia pendidikan. Tak jarang dari mereka menjadi sasaran serta tindak kekerasan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Perlakuan keluarga dan lingkungan sekitar terkadang menyebabkan anak jalanan merasa bahwa mereka adalah anak yang terpinggirkan.
Melihat keadaan seperti ini, dengan penuh semangat nasionalisme akhirnya mereka mendapatkan ide untuk mendirikan sekolah bagi anak jalanan bernama Sekolah Darurat Kartini. Ide tersebut muncul ketika Sri Rosiyanti melintas di kawasan Pluit Jakarta Utara, tahun 1990. Saat itu terjadi tawuran yang melibatkan anak-anak dan remaja. Ketika melihat tawuran itu, ia menyaksikan sendiri rumah-rumah kardus berada di bawah jalan tol. Sehingga Sri Rosiyanti terketuk hatinya untuk membangun sekolah darurat bagi anak jalanan di tempat tersebut. Sekolah ini didirikan tanpa dipungut biaya sedikit pun bagi siswa yang bersekolah di sana. “Masih banyak anak-anak yang seharusnya sekolah tetapi tidak bersekolah karena keterbatasan biaya,” ujar ibu Rosi. Hal itulah yang melandasi ibu kembar untuk membantu para anak jalanan.
Dimulai tahun 1996, terdapat sekitar 2000 siswa dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD) menjadi bagian dari sekolah darurat yang berada tepat dibawah jalan tol Sunda Kelapa–Tanjung Priok. Dengan penuh keceriaan serta semangat belajar yang tinggi, anak-anak terlihat sangat menikmati aktivitasnya. Hingga akhirnya keceriaan tersebut terusik dengan adanya penggusuran yang terjadi pada tahun 2007 oleh Pemprov DKI. Penggusuran ini terjadi sebagai bentuk penertiban aset-aset negara yang selama ini dipinjam untuk menuntut ilmu. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah masih setengah hati terhadap keberadaan anak jalanan.
Meskipun terjadi penggusuran, tidak meyurutkan semangad ibu kembar untuk tetap memberikan pendidikan gratis kepada anak jalanan. Semangat mereka tetap tumbuh untuk mengejar mimpi dalam meraih cita-cita. Yakni mencerdaskan anak bangsa yang selama ini tidak dirawat dan dibiarkan terlantar di jalanan karena keterbatasan biaya.
Segala upaya dan semangat yang tidak kunjung padam berhasil menghantarkan ibu kembar kembali mendirikan sekolah darurat dengan nama yang sama di kawasan dekat rel kereta api, tepatnya di Jalan Lodan Raya, Kampung Bandan, Jakarta Utara yang letaknya 5 km tidak jauh dari lokasi penggusuran. Hal positif yang dapat diambil dari adanya kejadian tersebut membuat ibu kembar justru memiliki siswa sekitar 500 orang yang tersebar di setiap daerah, seperti dibawah kolong jembatan Rawa Bebek , Jembatan Ancol, Jembatan Pluit, Jembatan Tambora, dan dibawah pinggiran rel kereta api Kampung Janis.
Dari tangan-tangan halus Ibu kembar yang penuh keikhlasan, menciptakan banyaknya prestasi yang telah diraih dari hasil kreasi anak didiknya. Salah satu prestasi yang telah diraih adalah menjadi juara utama dalam pameran busana. Banyak lulusan sekolah tersebut yang saat ini menjadi polisi, bidan dan karyawan di pusat perbelanjaan modern. Hasil yang telah diraih oleh anak-anak didiknya tidak dipergunakan oleh ibu kembar tetapi dipergunakan untuk membiayai sekolah anak didiknya hingga tingkat perguruan tinggi.
Sungguh mulia hati ibu kembar, demi tercapainya cita-cita yang ingin diraih oleh anak didiknya, mereka tidak meminta imbalan sepeser pun dari apa yang telah mereka berikan untuk anak jalanan. Tapi semua itu bukan akhir dari mimpi ibu kembar, masih banyak cita-cita lain yang belum terwujud. “saya dan ibu Rina ingin membangun asrama untuk anak-anak jalanan,” tutur Ibu Rosi.
Seharusnya bukan hanya Ibu kembar saja yang berjuang demi tercapainya cita-cita anak bangsa di masa depan, tetapi pemerintah dan masyarakat juga harusnya turut berperan aktif didalamnya. “Pemerintah seharusnya peduli terhadap keberadaan anak-anak jalanan,” ujarnya. Namun, yang terjadi saat ini kepedulian terhadap anak jalanan masih setengah hati dan tidak pernah dihiraukan.
Hal yang seperti ini merupakan tugas bagi semua pihak yakni pemerintah dan masyarakat agar peduli terhadap masa depan anak jalanan. Tumbuhkan rasa kepedulian dan keikhlasan terhadap mereka. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh ibu kembar yaitu penuh semangat dan keikhlasan membantu anak-anak jalanan meraih mimpi dan cita-cita di masa depan. Pepatah mengatakan, “Jangan batasi usiamu, tak ada istilah masih muda atau tua, umur yang masih ada dan energi yang masih dititipkan olehnya jangan matikan energi hidupmu”. Hal ini memberitahukan kepada kita semua bahwa dengan masih adanya umur yang panjang dan energi yang masih kuat, mari ulurkan tangan kita untuk membantu anak jalanan seperti Ibu Kembar.
#Wurri