Namun kini pemahaman akan makna Tridharma hanya sekadar prinsip diatas kertas. “Tridharma itu sudah ideal, cuma dalam pelaksanaannya kurang maksimal karena tidak ada dukungan dari pemerintah,”tutur Prof.Dr. Soedijarto selaku guru besar UNJ. Tak semua perguruan tinggi memiliki kesadaran untuk mewujudkan ketiga prinsip dalam pelaksanaan program pendidikannya. Bila diurai satu per satu dari prinsip Tridharma, pertama, pendidikan dan pengajaran berorientasi pada transfer ilmu pengetahuan baik bersifat teori mapun praktek di lingkungan perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraannya, ilmu dipandang sebagai produk. yaitu produk pemikiran dan penelitian para ahli pada bidang masing-masing. Kemudian dialihkan kepada mahasiswa sebagai pelanjut sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerapan keahlian sivitas akademika dalam menunjang kemajuan masyarakat.Selanjutnya, penelitian dilakukan sebagai upaya menghasilkan pengetahuan atau informasi baru yang memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, penelitian dapat dijadikan sebagai cara kerja untuk memecahkan masalah kemasyarakatan secara ilmiah. Hasil penelitian dialihkan dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam kegiatan pembelajaran, dimana dosen akan mengalihkan bahan pengajaran berdasarkan hasil penelitian. Sementara itu, mahasiswa akan memperoleh unsur-unsur ilmu yang segar dan mutakhir. Hasil penelitian tersebut diuji kembali dalam penyelenggaraan penelitian berikutnya secara terus menerus dan berkesinambungan. Pada akhirnya, hasil dari penelitian dapat diterapkan melalui pengabdian pada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan menikmati kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, yang dikutip dari www. ditpertais.net/ regulasi/ domlit/02. asp.
Tridharma memang sebuah konsep yang baik, tetapi apalah arti konsep yang baik tanpa ada implementasi. Karena kenyataan yang ada justru bersebrangan, kaum yang dijuluki agent of change ini, masih belum mengoptimalkan keberadaannya di perguruan tinggi, khususnya dalam hal penelitian dan pengabdian masyarakat. Kebanyakan dari mereka hanya sekadar mendalami teori dan konsep yang diberikan oleh dosen, tanpa ada action yang lebih untuk melakukan penelitian sebagai pengaplikasian dan pengembangan dari ilmu yang telah dimiliki. Tak mengherankan bila jumlah karya ilmiah negeri ini hanya sepertujuh dari negara tetangga Malaysia, yang dikutip dari Surat Edaran Ditjen Dikti No 152/E/T/2012.
Kenyataan ini memang memprihatinkan. Dengan jumlah penduduk yang besar, namun kreativitas anak bangsa dalam pembuatan karya ilmiah sungguh minim. Banyak faktor yang ditengarai menjadi penyebabnya, antara lain pemerintah yang kurang menggiatkan dan mensosialisasikan penelitian dan pembuatan karya ilmiah dan pihak perguruan tinggi pun ikut andil karena kurang memberikan informasi dan pengarahan. Selain itu, faktor mahasiswa itu sendiri yang malas dan kurang minat untuk terjun dalam penelitian yang menjadi pangkal masalahnya. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.
# Catur Prayudi
